courtesy of Republika |
[portalpiyungan.com] Pagi ini, Selasa, 19 Juli 2016, Joko Widodo mengumpulkan seluruh pimpinan penegak hukum di Istana Negara, Jakarta Pusat. Para penegak hukum ini dikumpulkan untuk memperoleh pengarahan Presiden.
Acara yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB ini juga dihadiri oleh Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kapolda Sulteng Brigjen Rudy Sufahriadi, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dan Jaksa Agung M Prasetyo.
Dalam pidato pembukaannya, Jokowi mengungkapkan bahwa acara ini digelar untuk mengevaluasi kinerja para aparat hukum selama setahun.
"Undangan saya pada pagi hari ini ingin mengevaluasi karena setahun yang lalu, saya sudah memerintahkan dan bicara di Bogor. Sehingga setelah setahun saya ingin apa yang saya sampaikan itu kita evaluasi," kata Jokowi di Istana Negara.
Pada kesempatan ini, Presiden turut mengingatkan bahwa kompetisi global saat ini semakin ketat persaingannya.
"Begitu kita kehilangan waktu, detik, jam atau hari saja, momentum-momentum hilang. Begitu kita tidak merespons sesuatu adanya perubahan di negara yang lain, kawasan yang lain, kita akan kehilangan banyak hal," ujarnya.
Untuk itu, ia meminta jajaran penegak hukum mulai dari kejaksaan hingga kepolisian senantiasa siaga di baris terdepan.
"Merespons kejadian dan merespons perintah yang sudah kami lakukan," ucapnya.
Ucapan Jokowi ini seperti sebuah keluhan sekaligus peringatan bagi para penegak hukum untuk tidak mengabaikan preintah yang datang darinya, sebagai Presiden sekaligus panglima tertinggi TNI dan Polri meskipun Jokowi adalah seorang presiden yang berasal dari kalangan sipil.
Jokowseperti ingin memberi penegasan. Sebagai panglima tertinggi, posisinya lebih tinggi daripada para petinggi TNI dan Polri. Ini tentu berakibat, Jokowi tidak mau menerima pembangkangan dalam bentuk apapun.
Jokowi keudian memberi beberapa catatan penting terkait penegakan hukum di Indonesia.
"Pertama, bahwa kebijakan dan diskresi tidak bisa dipidanakan. Jangan dipidanakan. Kemudian tindakan administrasi pemerintahan juga sama. Tolong dibedakan. Mana yang niat mencuri, mana yang niat nyolong dan mana yang itu tindakan administrasi. Saya kira aturan di BPK jelas. Mana yang pengembalian dan yang tidak," jelasnya.
Arah yang dituju dari penegasan Jokowi ini sangat jelas. Terlalu lugas dan gamlang. Publik tentu masih ingat saat kasus RS Sumber Waras mencapai titik krusial, saat KPK memutuskan bahwa Ahok tidak melakukan pelanggaran hukum, namun kemudian prof Romli menegaskan bahwa Jokowi bisa terlibat dan terseret dalam kasus tersebut.
Kasus tersebut juga akhirnya membawa KPK sowan mendatangi BPK dan memberi penegasan bahwa meski diskresi Ahok ridak bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi, namun audit BPK terkait kerugian negara juga tidak dapat ditutupi oleh busuknya jurus silat lidah yang dilakukan banyak pihak yang berusaha melindungi Ahok.
Jokowi juga mnggarisbawahi soal kerugian yang ditimbulkan oleh diskresi atau kebijakan yang diambil oleh eksekutif. Kemudian, kerugian yang dinyatakan BPK masih diberi peluang 60 hari, perlu mendapatkan catatan.
"Lalu kerugian negara harus konkret, tidak mengada-ada. Tidak diekspos ke media secara berlebihan sebelum kita melakukan penuntutan," ujarnya.
Jokowi sadar, media adalah alat kontrol sosial, sekaligus pengadilan yang kejam bagi okum yang mencoba-coba mempermainkan kepercayaan rakyat. Setidaknya, bila kasus tak diekspos ke media, aib dan opini negatif bisa disingkirkan.
Jokowi juga menegaskan rasa kecewanya terhadap kinerja para penegak hukum yang dinilai gagal mendukung dan mengawal pemerintahannya.
"Evaluasi perjalanan setahun ini, saya kira masih banyak tidak sesuai yang saya sampaikan. Kita harus mengawal pembangunan ini dengan sebaik-baiknya di kabupaten, kota, provinsi, termasuk pusat. Sehingga hal-hal yang tadi saya sampaikan agar betul-betul menjadi perhatian," tuturnya.
Tak hanya itu, Presiden juga berniat menyampaikan adanya berbagai keluhan yang disampaikan sejumlah kepala daerah kepadanya.
"Saya masih banyak keluhan dari bupati, walikota dan gubernur. Nanti saya akan blak-blakan kalau sudah tidak ada media," tandasnya.
Wajar jika Jokowi merasa kecewa dan ditinggalkan oleh para penegak hukum yang selama ini menikmati "kue" kekuasaan tanpa mau mendengar "perintah" Jokowi.
Sebagai pemimpin negara, Jokowi butuh militer dan penegak hukum yang berdiri kuat mendukung di belakangnya. Jokowi tak ingin suatu saat keputusan atau kebijakannya ternyata menyimpang secara hukum, ia harus mempertanggungjawabkan hal tersebut di muka hukum.
Jokowi ingin memberi penegasan, bahwa sebagai eksekutif, ia berhak mendapatkan previlige dan imunitas agar kebijakannya, jika tak tepat, tak harus membawanya ke balik jeruji besi.
Persoalannya, akankah Jokowi yang berasal dari sipil ini didengar dan ditaati oleh para penegak hukum yang selama ini sudah mapan menikmati kelamnya dunia penegakan hukum di Indonesia.
0 Response to "Membaca Pesan Tersirat di Balik Pengarahan Jokowi Kepada Para Penegak Hukum"
Posting Komentar